Rabu, 09 September 2009

Resensi Buku Kembang Jepun

Judul buku : Kembang Jepun

Pengarang : Remy Sylado

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Tempat terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2003

Tebal buku : 328 halaman

Kembang Jepun adalah buku karangan Remy Sylado yang bercerita tentang sejarah masa lalu dan ingatan kolektif masyarakat melalui tiga zaman, yakni zaman kolonial, zaman Jepang dan zaman kemerdekaan. Remy juga memiliki cara pandang yang khas yakni membalikkan penilaian umum tentang suatu gejala. Buku inibercerita tentang kehidupan seorang geisha asal Manado. Mulai dari kehidupan cinta denagn seorang wartawan muda di Surabaya hingga kejadian - kejadian buruk yang menimpanya setelah pulang dari Jepang. Keke adalah geisha asal Manado yang dijual oleh kakaknya Jantje seorang mantan sersan kelas satu mersose (pasukan bentukan Belanda), Keke dijual oleh kakaknya ketika berusia 9 tahun kepada seorang pengusaha restoran Jepang di Surabaya, Shinju. Restoran yang juga merupakan tempat tinggal para geisha untuk bernyanyi, menari hingga memberikan tubuhnya kepada seorang lelaki. Di tempat inilah Keke yang berubah nama menjadi Keiko, belajar kesenian Jepang dan dipaksa untuk menanamkan rasa kebangsaan Jepang pada dirinya serta menghilangkan pikiran tentang asal usulnya yakni orang Indonesia. Keiko tumbuh menjadi seorang geisha berbakat dan banyak disukai oleh tamu - tamu di Shinju terutama Joesoep Soebroto Goenawarman Andangwidjaja Kesawasidiyang akrab dipanggil Tjak Broto. Tjak Broto adalah seorang wartawan muda yang juga merupakan orang terpenting dalam kehidupan Keiko. Ternyata penderitaan yang dialami Keiko tak berhenti hanya di Shinju saja. Bahkan setelah Keiko memutuskan untuk pergi dari Shinju, masih saja ada hal - hal vuruk yang menimpanya hinga suatu ketika dia dipaksa oleh seorang pejabat Japang di Surabaya untuk ikut ke Jepang.

Buku ini merupakan sebuah buku yang menarik untuk dibaca bagi para pencinta sejarah, karena di dalam buku ini terdapat unsur sejarah yang teramat kental dengan kehidupan kota Surabaya pada zaman penjajahan. Buku yang mengandung unsur moral yang terjadi pada zaman penjajahan serta kekejaman para penjajah pada masyarakat Indonesia.Didukung dengan gaya bahasa remy yang santai, fleksibel, humor, kadang dalam sinisme halus membuat novel ini punya bobotnya tersendiri. Namun buku ini juga menggunakan bahasa Belanda dan Jepang serta beberapa istilah yang menyulitkan pembaca untuk memahami makna kalimat tersebut tanpa membaca keterangan yang tertera. Hal tersebut menghambat para pembaca untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh pemeran dalam cerita tersebut.

1 komentar:

Edis mengatakan...

nice info mbak..he he he lam kenal ea..
kaLau ada waktu mampir ke rumah ea?